Mark Galli describes himself as an evangelical Catholic

Evangelicalism in America is nearing extinction due to the movement’s devotion to politics at the expense of its original calling to share the gospel, according to Mark Galli, former editor-in-chief…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Pro Kontra Legalisasi Angkutan Berbasis Online

Melawan Angkutan Konvensional Yang Tak Berinovasi

Oleh: Dewa Sagita Alfadin Nur

Perkembangan teknologi terus berkembang pesat dalam dekade ini. Setiap aspek kehidupan tidak lepas dari teknologi, seperti pertanian yang telah menggunakan mesin giling dan bajak sawah dengan traktor tangan, administrasi publik menggunakan sistem komputerisasi, makanan dan minuman yang telah menggunakan teknologi pengemasan yang praktis, bangunan yang telah menggunakan material-material ramah lingkungan, pemanfaatan tenaga surya untuk penerangan jalan, dan lain sebagainya.

Selain itu, perkembangan teknologi telah menciptakan berbagai inovasi seperti transportasi berbasis online dimana tercipta sebuah perangkat lunak yang mampu memanggil kendaraan roda dua atau roda empat ke mana pun kita butuhkan dan mampu mengantarkan kita ke tempat tujuan dengan harga yang sangat terjangkau. Sebut saja seperti GO-JEK, Grab, Uber, dan sejenisnya.

Perusahaan-perusahaan tadi berkembang dengan mengombinasikan kemudahan internet dengan pemilik kendaraan yang ingin mencari nafkah. Motor dan mobil yang merupakan angkutan pribadi menjadi seperti angkutan umum perkotaan, begitu pula dengan taksi serta ojek yang kadang kita jumpai di sudut-sudut jalan kompleks perumahan.

Cukup dengan mengunduh perangkat lunak di telepon genggam (smartphone) kita, maka dengan mudah kita memeroleh angkutan kita dengan harga terjangkau. Namun, inovasi dan kemudahan ini ternyata membawa dampak negatif terhadap penyedia jasa angkutan konvensional (tidak berbasis online) berupa menurunnya pengguna angkutan konvensional itu. Banyak supir angkutan kota dan taksi mengeluhkan kehadiran angkutan berbasis online ini.

Salah satu faktor penyebab beralihnya masyarakat menggunakan angkutan berbasis online ini karena biayanya yang sangat terjangkau dan faktor kenyamanan. Kejadian ini hampir terjadi di seluruh kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan, Bogor, Tangerang, bahkan Makassar itu sendiri. Kompetisi persaingan harga ini dianggap sangat merugikan angkutan konvesional karena angkutan berbasis online ternyata tidak membayar pajak, atau retribusi sejenisnya sehingga biayanya bisa lebih murah dari angkutan konvensional.

Akhirnya timbul konflik kekerasan di lapangan, di mana angkutan konvensional melakukan razia terhadap angkutan online bahkan saling melakukan pengrusakan terhadap kendaraan masing-masing seperti kejadian di Kota Tangerang di mana salah seorang pengemudi motor online ditabrak hingga koma oleh angkutan umum konvensional.

Inovasi ini telah menunjukkan dampak negatif yang perlu segera ditangani oleh pemerintah, khususnya kementerian perhubungan dan dinas-dinas terkait lainnya. Setelah melakukan pendalaman masalah terhadap konflik ini, pemerintah pusat melalui kementerian perhubungan akhirnya mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No. 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, di mana peraturan ini akhirnya mengakui keberadaan transportasi berbasis online tersebut dengan pengaturan harga batas bawah dan atas layaknya angkutan konvensional. Namun, penetapan batas atas dan batas bawah ini diserahkan ke pemerintah daerah melalui gubernur. Hal ini tentu mengundang pertanyaan: mengapa penetapan biayanya diserahkan ke gubernur? Tentu hal ini akan memicu transaksi-transaksi yang tidak diinginkan seperti potensi suap, gratifikasi, dan sejenisnya agar kemudahan biayanya bisa diatur sedemikian rupa dan tetap murah sehingga masih diminati oleh masyakarat dan kembali memicu polemik berkepanjangan terhadap persaingan usaha konvesional dan berbasis online ini. Menurut saya, sebaiknya pemerintah sudah sepatutnya fokus dan berani mengintervensi para pemilik angkutan konvesional agar meningkatkan fasilitas dan kenyamanan sehingga masyarakat masih setia menggunakan transportasi konvensional.

Untuk taksi sendiri, sudah sepatutnya menciptakan perangkat lunak agar memudahkan pemesanan taksinya dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pada dasarnya, dalam dunia ekonomi juga terdapat teori pilihan konsumen oleh William Glasser yang menjelaskan bahwa setiap orang memiliki rasa dan keinginannya yang dipengaruhi beberapa faktor, yaitu informasi, keuangan, dan perilaku. Sehingga, setiap angkutan — apa pun itu — pasti akan dipilih oleh masyarakat sesuai rasa mereka. Seperti untuk kalangan atas akan menggunakan taksi dengan kendaraan roda empat terbaru atau untuk kalangan menengah akan menggunakan taksi biasa dan menengah bawah akan menggunakan ojek itu tadi.

Masalah ini tentu akan bisa diatasi dengan fokus pemerintah dalam penanganannya dan pengawasan terhadap pemilik-pemilik kendaraan umum lainnya agar mau meningkatkan fasilitasnya serta taat dalam berlalu lintas hingga meningkatkan kenyamanan pengguna. Masalah harga mungkin belum terlalu berdampak terhadap pilihan masyarakat asal jumlah yang dibayarkan sebanding dengan pelayanan yang telah diberikan.

Add a comment

Related posts:

Top 3 Tips for a Newbie Crypto Investor

Taking the first step towards something that seems complex and risky can be intimidating. Your own insecurities around investing coupled with never ending slashing and criticism of cryptocurrencies…

What is small business agility?

Change is the only way to remain constant. This is the nature of life. It same goes for being in the business. Today the change of business landscape may or may not unprecedented by the executives…

What I learned from reading 100 books in 2021

In the last 3 years I’ve read 230-ish books. Every time I finish a book, I feel like I am losing a friend. For a brief moment in time I traveled into the character’s world, got to know them, met…