Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Disaster

Alpha Bride

Malam kian bertambah larut dan tempat yang dipenuhi lampu berkelip warna warni itu pun kian ramai. Bar itu terus kedatangan pelanggan. Para bartender bekerja kian cepat mencampur liquid ini dengan liquid itu. Bergelas-gelas minuman beralkohol disajikan. Berbotol-botol bir keluarkan lagi dan diantar ke meja-meja pemesan.

Yoshi jadi salah satu pemesan yang mejanya kembali diantara sebotol bir. Satu botol lainnya sudah kosong dengan gelasnya yang masih terisi separuh. Ia duduk sendirian di bagian outdoor. Memilih tempat yang aman dari bisingnya musik. Bir di gelas kembali ditenggak. Kepalanya dijatuhkan ke atas meja berusaha jatuhkan pikirannya yang berkecamuk.

Pundaknya ditepuk pelan. Yoshi tak menghiraukan. Saat rungunya dengar decitan kursi yang di tarik, ia segera menoleh, siap semprotkan amukan pada orang yang berani ganggu kesendiriannya. Namun semua amukannya itu tertelan begitu melihat wajah menyebalkan karibnya yang duduk di kursi sebelahnya, Yoshi berakhir hanya lemparkan satu makian pada pemuda Kim itu.

"Lemes banget," ucapnya sambil tertawa kecil. Ia lalu meraih botol bir yang masih penuh dan menuangnya ke gelas Yoshi sampai penuh, kemudian menenggaknya dalam sekali minum. Ditatapnya kawannya itu dengan prihatin sambil menggeleng heran.

"Lo udah lama gak keliatan di sini, gue kira udah tobat. Kenapa malah kumat lagi? Nanti nyokap lo ngamuk ke gue lagi kalau tahu lo kumat lagi gini." Junkyu bertanya asal sambil menuangkan kembali bir ke dalam gelas.

Club malam ini. Yang dulunya selalu jadi langganan Yoshi. Junkyu jelas tahu karena pria itu juga yang mengenalkan dunia malam ini pada Yoshi dan juga yang kerap bantu Yoshi sewa kamar untuk bermalam. Sudah sejak lama pria itu jadi buronan ibu Yoshi untuk dijauhkan dari putranya.

Yoshi tak menjawab.

"Lo kenapa sih?! Gak biasanya lo kayak orang putus asa gini. Kenapa? Perusahaan lo lagi kena masalah? Mau gue bantu gak? Atau, apa mau gue cariin mangsa buat lo ngesex? Ada banyak anak baru dari lo gak pernah keliatan di sini," ucapnya berbisik di akhir kalimat.

Yoshi otomatis melirik tajam Junkyu yang kini menaik turunkan alisnya. Yoshi mendengus. Lalu ubah posisi duduknya jadi kembali tegak bersandar pada kepala bangku. "Saya sudah punya soulmate," katanya dengan suara datar. Sedikit sebal sebenarnya karena Junkyu yang terus mengoceh tanpa henti.

"Hah!?" Junkyu sampai melotot. Ini benar-benar akan jadi berita termengejutkan selama ia jalin pertemanan dengan Yoshi. "Yang bener lo?! Kapan? Lo gak ngabarin gue?!"

"Saya serius."

"Jadi itu alesan lo gak pernah nongol lagi di sini?" Tanya itu hanya dapat sebuah anggukan sebagai jawaban.

Benar-benar. Junkyu benar-benar kecewa. Segelas bir di tangannya ia remat dengan kesal. Bisa-bisanya Yoshi melupakannya dan tidak mengabarinya tentang kabar bahagia ini. Tidakkah pertemanan mereka selama ini penting?

"Terus sekarang lo ngapain di sini?" Walaupun begitu Junkyu tetap berusaha sabar. Karena tentu saja Yoshi tak akan pdulikan rasa kesalnya.

"Soulmate saya menolak bicara dengan saya. Sekarang kepala saya pusing." Tangannya terulur ingin meraih birnya lagi, namun Junkyu dengan cekatan menjauhkan botol miras itu dari jangkauan Yoshi.

"Pusing itu minum obat, bukannya malah mabuk-mabukan. Kalo lo teler, ntar lo malah narik cewek buat lo ajak ngamar," peringat Junkyu tak diindahkan oleh Yoshi. Pria itu hanya berdecak. Memutar matanya malas dan kembali bersandar pada kursi sambil bersedakep dada menatap tajam Junkyu.

"Lo berantem sama soulmate lo? Cerita aja, nanti gue kasih lo solusi. Lo tahu gue sumber dari segala solusi, lagian kita kan temenan udah lama, masa lo mau rahasia-rahasiaan sama gue. Gue gak pernah nutupin apa-apa."

"Benarkah?" Yoshi berucap sangsi. "Sudah berapa omega dalam seminggu?"

"Dua, tapi yang satu cuman semalem. Mana waktu pagi nangis-nangis gak jelas lagi," kesal Junkyu ceritakan kejadian beberapa hari lalu saat ia harus terbangun di pagi hari karena suara tangisan omega laki-laki yang malam sebelumnya jadi partner sex-nya.

"Kenapa berkurang?"

"Pengen aja. Merubah diri, hehe."

Yoshi menatap Junkyu sangsi. Ah, kepalanya makin pening saja mendengar cerita Junkyu barusan. Membuatnya mengingat masa kelamnya yang hampir setiap hari mencari jalang untuk ditiduri.

"Jadi soulmate lo kenapa? Kalian berantem?" tanya Junkyu lagi.

"Bukan, kami hanya selisih pemikiran sedikit."

"Ayo dong, cerita yang lebih. Nanti gue ceritain gimana gue bisa ketemu Mashiho," ucap Junkyu dengan sedikit sebal. Tawarkan apa yang ternyata cukup buat Yoshi tertarik.

"Dia hamil." Singkat Yoshi berucap. Namun cukup buat Junkyu semakin terkejut sampai tersedak saat ingin meminum birnya. Yoshi hanya diam menyaksikan kawannya yang terbakar di tenggorokannya.

"Hamil?! Wah, gak main-main lo. Kalian udah bonding berarti?!"

Yoshi mengangguk. "Kami juga baru tahu kalau dia hamil 3 hari yang lalu. Sekarang dia mengurung diri dan menolak bicara dengan saya."

Junkyu mengangguk paham. "Dia belum mau punya anak ya?" tanyanya mengira-ngira.

"Saya gak tahu. Tapi seharusnya dia ikut turnamen beberapa hari lagi, dan karena dia hamil mau gak mau dia harus mengundurkan diri. Dua kali saya gagalin dia raih mimpinya. Saya takut dia tidak bisa menerima ini dan malah berakibat pada kehamilannya."

"Dia omega kan?" Yoshi hanya mengangguk. "Kalo gitu tenang aja, dia pasti pertahanin kandungannya. Dia tetep seorang omega yang lahir untuk melahirkan anak lagi. Jiwa omeganya gak akan biarin dia berbuat buruk pada calon anaknya sendiri. Mungkin dia cuman butuh waktu buat tenangin diri."

Yoshi menatap Junkyu tak percaya. Tentu saja Yoshi sudah paham betul pada tabiat Junkyu yang mungkin sudah bisa dibilang pakar omega, padahal dirinya sendiri adalah seorang beta. Junkyu mengencani setiap omega yang bisa ia gaet hatinya. Merampas hak atas tubuh para omega demi kepuasan diri sendiri dan membuang mereka saat bosan. Lebih red flag daripada Yoshi.

"Saya harap juga begitu. Tapi tetap saja dia harus mengorbankan mimpinya."

"Jadi seorang ibu juga impian semua omega."

Yoshi terdiam. Untuk yang satu ini ia tak akan pernah tahu. Ia harap Jihoon juga memiliki keinginan kecil itu di dalam dirinya.

"Oh iya, gue ketemu Mashiho di sini."

Ucapan tiba-tiba Junkyu itu buat Yoshi seketika menoleh padanya dengan alis saling bertaut. "Di sini? Bagaimana bisa?!" tanya Yoshi tidak percaya. Tempat semacam ini tidak terlihat seperti tempat yang akan didatangi oleh sekretarisnya itu.

"Dia ngikutin lo, disuruh nyokap lo kan. Dia ngasih gue kartu namanya, terus dari sana gue sering ngabarin dia kalau gue ngeliat lo ke sini." Junkyu menjelaskan dengan ringan tanpa rasa bersalah.

"Kamu menjual pertemanan kita?!"

"Aelah, cuman itu alesan gue biar bisa ngehubungin Mashiho. Malah sekarang lo jarang keliatan di sini, udah punya soulmate pula, bikin gak punya alesan buat chat Mashiho."

Yoshi mendengus sebal. Tak percaya pada penghianatan ini. Pantas saja Mashiho bisa dengan mudah tahu di mana ia berada dan dapatkan informasinya dengan detail. Yoshi lalu mengambil kertas dan pulpen yang memang sering ia bawa, lalu tuliskan sesuatu di sana dan memberikannya pada Junkyu.

"Berhenti hubungi sekretaris saya, jangan ganggu dia saat sedang bekerja. Ini nomor pribadinya, jaga sikapmu padanya." Yoshi lalu beranjak pergi. Sisakan Junkyu yang kini dibuat melongo karena baru saja dapat sesuatu dari kawannya itu. Jelas saja Yoshi akan membantunya.

"Oke thanks!"

***

Yoshi pulang dengan kepala berdenyut nyeri. Lambat kakinya meminak anak tangga dengan hati-hati. Pintu kamar Jihoon kembali ia ketuk pelan. "Jihoon, kamu masih belum mau bic—" Ucapannya tehenti saat ia memutar handle pintu yang mengejutkannya ternyata tak dikunci. Dengan pikiran sedikit berkunang Yoshi membuka pintu perlahan. Melihat Jihoon yang sepertinya sudah tertidur.

"Jihoon...," bisiknya lirih.

Di dalam tamaramnya cahaya kamar Jihoon itu, mata Yoshi menyipit saat melihat adanya pergerakan dari Jihoon.

"Siapa itu?"

Yoshi mengernyitkan kening. Bingung mendengar suara Jihoon yang terdengar panik. Apalagi saat melihat siluet Jihoon yang perlahan bergerak mundur sampai terhantuk kepala ranjang.

"Jangan, jangan, jangan ke sini! Aaaaaa!"

Jihoon berteriak histeris dan Yoshi dibuat panik karenanya. Ia buru-buru menyalakan lampu dan hampiri Jihoon. "Jihoon, hey, ada apa?"

Jihoon menutup mata sambil kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri berusaha berlindung dari sesuatu.

"Jangan! Jangan sentuh aku! Mamaaaa!" Teriakannya makin menjadi diiringi tangisan. Kata-kata Yoshi tak didengarkan dan tangannya terus mendorong Yoshi menjauh.

"Jihoon dengar saya."

"Gak! Jangan! Mama tolongin Jihoon!"

"Jih—

"Om Yoshi tolongin aku! Gak mau! Lepasin aku!"

Yoshi terpaku. Kedua tangannya mengambang di udara setelah ditepis Jihoon. Jihoon masih histeris, bahkan terus meminta dilepas saat Yoshi bahkan tidak menyentuhnya sama sekali.

"Jihoon, lihat saya, buka mata kamu!" Yoshi meraih wajah Jihoon. Menangkupnya dan memaksanya untuk membuka mata.

Saat kedua mata itu terbuka, Jihoon langsung menerjang memeluk Yoshi dengan erat. Tubuhnya bergetar hebat dan tangisannya terdengar pilu dengan ketakutan. Dapat ia rasakan pundaknya yang langsung basah karena air mata Jihoon yang mengalir deras. Keringat bercucuram dari kening sampai punggungnya.

"Om... aku takut, Om kemana aja... ada orang jahat yang masuk kamar aku... aku takut... Om... Mama... tolongin Jihoon... Jihoon takut... Mama... Ayah jahat... Kakak—"

Yoshi mengeratkan pelukannya. Dengan seksama dengarkan ocehan Jihoon yang penuh rasa takut. Hatinya ngilu. Baru ia sadari kesalahannya. Jihoon melarangnya masuk ke kamarnya tanpa seizin Jihoon dan rupanya inilah alasan Jihoon memberikan peraturan tersebut.

"Iya saya di sini. Maaf ya, sekarang udah gak ada orang jahat. Jihoon tenang..."

Tangannya terus mengusap punggung gemetar Jihoon. Terus ucapkan berbagai kalimat penenang. Sesekali berikan kecupan hangat di kening atau pelipis Jihoon. Jemarinya telaten melap keringat Jihoon yang membasahi keningnya sampai membuat rambut poninya lepek. Dengan hati-hati Yoshi membaringkan Jihoon setelah Jihoon sudah lebih tenang.

Add a comment

Related posts:

My Four Favourite Stories On Medium This Past Month

I can spend several hours a day reading stories on Medium , diligently clicking through the (many) open tabs in my browser. I can find reading on Medium easier than reading a novel although, since my…

Grand Scheme of Things!

I wish I can live a day without this pain, lower back and knees, can’t you believe what goes on in the brain? The strain is like a muscle ache, the heart has its pain too, with all that is in stake…